Siapa sih, yang engga
mau nikah muda?!
Selamat datang di
blogku!!
Pertama-tama aku mau
ucapkan terima kasih karena sudah datang ke blogku ini dan menyempatkan waktu
untuk membaca tulisan ini. Jadi kali ini aku menulis pada section “Just a Word”,
karena menurutku ini hanya sebuah kata-kata dari segala keresahan yang aku
rasakan sebagai manusia dan sebagai perempuan. Dari pada berlama-lama aku
ucapkan selamat membaca.
Seperti judulnya, aku
akan membahas tentang nikah muda. Nikah diumur yang masih muda, alias masih
cukup dini untuk menjalani atau memiliki tanggung jawab yang besar. Semakin
zaman berkembang dan moderenisasi semakin pesat, saat ini nikah muda bukan
hanya untuk umur belasan seperti 18 atau 19 tahun. Tapi, umur dibawah 25 tahun
terasa begitu muda untuk memiliki peran ganda dalam kehidupan menurutku. Apa
lagi tuntutan hidup yang semakin mahal dan sulit, dapat dibayangkan bagaimana
memusingkannya?!
Apalagi setiap tahunnya
pasti ada yang menggebor-geborkan bahwa nikah muda adalah cara tercepat agar
bisa satu sebagai pasangan dengan tambahan “menghindari zina”, padahal arti
sebuah pernikahan gak hanya menjadi satu dengan pasangan dan gak hanya untuk
menghindari zina (walaupun mungkin salah satunya). Dan setiap tahun pula selalu
saja pernikahan dini yang menghebohkan, sayangnya pemberitaan tentang keluarga
dini yang bermasalah tidak dikuak. Sebenarnya pernikahan dini dengan segala hal
yang masih dalam tahap pemahaman sebagai manusia terkadang memunculkan masalah
nantinya, entah dalam pemahaman tentang peran yang menjadi banyak, tanggung
jawab yang banyak dan belum lagi masalah ekonomi. Dari banyak bacaan yang aku
baca saat menyusun essay di kelas, hampir semua perceraian berakhir karena
ekonomi yang kurang untuk mencukupi hidup.
Aku punya banyak hal
yang mau aku sampaikan. Jadi, setelah menyadari umur yang semakin bertambah dan
teman-teman satu persatu sudah mulai menikah aku baru menyadari banyak hal.
Pertama, ekspektasi itu
kadang memang diluar batas. Dulu saat SMP aku punya rencana untuk nikah diumur
22 tahun dengan laki-laki yang 2 tahun atau 3 tahun lebih tua. Sekarang? Aku sudah
22 tahun, dan merasa aku ini masih terlalu muda untuk menikah dan hal itu yang
membuat aku merasa tidak perlu dekat dengan laki-laki yang umurnya 2—3 tahun
lebih tua dari aku.
Kedua, menikah untuk
tentang kesiapan bukan kepengenan. Untuk hal ini aku masih cari tau sampai mana
sih batas kesiapan kita sebagai manusia atau sebagai perempuan yang dikatakan
siap untuk menikah, apakah kesiapan itu datangnya dari diri sendiri, ungkapan
orang tua atau bahkan orang lain. Bayangkan kalau Cuma kepengen, pasti
pikiranya tentang senang-senangnya doang padahal menikah bukan soal susahnya
aja. Tentang kesiapan, aku pun harus benar-benar mencari alasan mengapa harus
menikah? Kapan menikah? Dengan siapa? Dan bagaimana nantinya? Cukup sulit kalau
dicari tau sendiri, makanya butuh seseorang yang bisa jawab dan menjelaskannya.
Ketiga, masalah siap
gak cuma mental tapi juga finansial. Dulu aku selalu pikir perempuan tinggal
terima, terima pinangan, terima mas kawin, terima sah-nya, terima gajinya dan
segala terimanya. Tapi, semakin kesini aku semakin sadar bahwa menjadi
perempuan gak selalu harus terima. Dalam pernikahan gak Cuma pakai kepala
laki-laki aja, tapi juga butuh bantuan dari perempuan dan itu yang membuat aku
sadar bahwa laki-laki jadi main finansial dan perempuan bisa jadi sampingan
finansial. Soal mental pun begitu, kalau tidak saling menyatukan dan saling
mendukung satu sama lain untuk apa menikah?!
Keempat, yang paling
penting adalah komunikasi dan kompromi. Hal yang awalnya menurutku sangat
sulit, karena aku sulit berkomunikasi dan yang kedua aku sulit kompromi.
Lagi-lagi, dulu aku sangat tidak tau apa-apa tentang relationship dan 2 hal
diatas sangat sulit aku pahami, terlebih lagi aku punya cara komunikasi yang
gak semua orang mengerti dan ditambah dengan kompromi yang lebih ke bodo amat
sama pikiran orang. Setelah menjalani relationship beberapa tahun dengan
laki-laki aku jadi mulai belajar untuk berkomunikasi, menggunakan cara dan
bahasa yang disesuaikan dengan laki-laki ini. Perlahan, tahun demi tahun
terlewati aku bisa memahami bahwa ada cara lain untuk dapat berkomunikasi
dengan percampuran antara caraku dan jika masih menemui hambatan aku mulai
menggunakan cara laki-laki ini. Dari komunikasi berlanjut akan menjadi sebuah
kompromi, tidak memihak aku dan tidak memihak dia atau bisa memihak salah satu
dari kita tapi mendapatkan persetujuan. Diantara kita ada sebuah kesepakatan
yang disetujui bersalah setelah berkomunikasi dengan baik, dan hal itu yang aku
rasa mulai improve dari aku dan laki-laki ini.
Menurutku hal-hal
diatas yang masih aku kembangkan sampai nanti waktu tersebut datang, walaupun
sebenarnya aku masih belum yakin kapan waktunya. Setidaknya selalu ada harapan
dari segala hal baik sebagai manusia untuk hidup berproses dan berkembang, akan
ada waktunya cepat atau lambat.
Jadi untuk kamu yang
sudah menikah, mungkin kamu sudah siap dan memiliki kemantapan soal keyakinan
bersama pasanganmu. Aku ucapkan selamat karena sudah berada posisi yang tepat
bersama orang yang tepat sebagai sepasang, semoga segala niat baik dari awal
dimudahkan dan segala rencana-rencana dapat dilaksanakan.
Untuk yang belum
kepikiran atau yang mau menikah, semoga nanti ada saatnya untuk benar-benar
memikirkan dan mengambil pilihan yang tepat. Sekali lagi, pilihan ada ditanganmu
segala baik-buruk, susah-mudah kamu yang akan melaluinya dan kamu yang akan
memilikinya. Percayalah nanti akan ada waktu yang tepat dan seseorang yang
tepat datang untuk mengajakmu menjadi manusia yang lebih naik levelnya lagi.
Sekian tulisan kali
ini, semoga bermanfaat ya! Tulisan ini berdasarkan keresahanku yang haqiqi
hahahah
See You Next Post J
0 Komentar