Day 17 of #30DaysWriting | Ketakutan yang baru aku sadari

 




17

Biggest fear

 

Selamat datang di tulisan ke 17 dihari ke 17!!!

Thats my favorite number, karena tanggal lahirku.

 

 

Pernah gak sih, kalian merasa takut yang berlebihan pada suatu hal atau suatu benda yang orang lain tidak berpikir demikian? Merasa takut yang bahkan membuat kalian merasa bahwa hal tersebut adalah hal yang paling menyeramkan di dunia, bahkan dihidup kalian. Hal/ benda sepele yang benar-benar mengubah detak jantung kalian menjadi sangat cepat, keringat dingin, sesak nafas bahkan sampai histeris. Ternyata rasa takut terkadang punya alasannya.

 

Rasa takut berlebihan atau disebut dengan phobia punya alasan mengapa terjadi, hal tersebut berakar pada kejadian yang pernah kita alami. Bisa saja berawal pada kejadian buruk yang membuat kita trauma dan pada kemudian harinya membuat kita berusaha dengan keras untuk menghindarinya, mungkin respon tersebut yang bisa berbeda-beda tiap orangnya. Dan ternyata phobia juga dapat muncul pada seseorang yang menderita gangguan mental, seperti skizofrenia, depresi, OCD, gangguan panik, PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder) atau gangguan kecemasan umum.

 

Aku punya cerita yang ingin aku bagikan pada kalian tentang ketakutan yang baru saja aku sadari dan aku rasa baru muncul, keduanya aku rasa bersumber dari pikiranku sendiri yang mudah terpengaruh.

 

Cerita pertama adalah takut dengan ular, atau yang disebut dengan Ofidiofobia atau yang lebih umumnya adalah Herpetofobia yaitu ketakutan pada reptil. Rasanya hampir manusia di bumi ini takut dengan ular, kecuali yang suka dengan ular karena hobi memelihara atau yang lainnya. Selain hewan melata yang tubuhnya bersisik, ular juga adalah hewan yang cukup mematikan yang entah dengan bisa sebagai racun atau kekuatan lilitannya dalam meremukkan musuh. Awalnya aku tidak takut, bahkan terkesan biasa saja karena tidak pernah melihatnya secara langsung jadi memudahkan aku untuk memilih tidak takut. Sampai sebuah kejadian terjadi ketika perpisahan sekolah yang dilaksanakan di pulau Bali, disana rasa takut terbentuk di alam bawah sadarku.

 

Kita memasuki sebuah taman konservasi hewan laut, dan disana ada sebuah pasar kecil dan terdapat seseorang tengah melingkarkan ular ditubuhnya. Awalnya aku dengan sangat berani ingin mencoba setelah melihat temanku dengan santainya mengalungkan ular berwarna kuning itu dilehernya. Kemudian, tiba saatku mencoba melingkarkan ular itu di leherku. Aku mulai takut ketika menyentuh ular yang besar dan cukup besar itu, tekstur ular yang baru aku tau rasanya begitu aneh. Aku berhasil mengalungkannya, namun aku mulai panik setelah beberapa detik aku mulai menyadari bahwa ular itu mulai mengencangkan lilitannya di leherku. Aku masih bisa merasakan ular itu menekan leherku. Aku panik dan membuat si pemilik ular itu langsung membantuku melepaskan ular itu dari leherku. Si pemilik ular dengan tatapan kesalnya mengatakan bahwa, “Ular bisa tau kalau kamu takut!”.

Setelah itu aku cukup kesal karena Si pemilik ular seolah menyesal memberikan ularnya untuk aku lingkarkan dipundakku dan aku kesal karena ular yang tiba-tiba saja melilitku. Padahal, saat bagian temanku ular itu biasa aja. Kejadian itu sudah 4 tahun yang lalu, tapi kemarin saat pergi ke suatu tempat aku melihat orang sedang menarik ular besar di rumput yang luar dipinggir jalan dan otomatis membuat aku merasa ngeri. Sungguh pengalaman yang membuktikan bahwa ternyata saat itu aku tidak betul-betul berani, karena sebenarnya aku harus pura-pura berani biar aku dapat mengetahui rasanya menggendong ular dipundakku.

 

Cerita yang kedua adalah aku takut dengan bunyi suara keras, padahal aku senang banget kalau dengarin lagu keras-keras. Tapi, suara yang aku maskut adalah suara yang sedikit yang diulang-ulang, aku tidak tau sebutannya apa. Aku takut dengan suara sirine dalam bentuk mobil yang melintas cepat, atau apa pun itu yang kaitannya dengan kecelakaan atau kematian. Aku bahkan takut jika ada rombongan pengantar orang meninggal lewat dengan ucapan tahlil mengiringi, kalau ditanya mengapa aku juga bingung menjelaskannya. Kalau tentang suara tahlil orang meninggal mungkin dimulai sejak aku kecil, karena dulu mitos tentang romongan pengantar ini cukup menakutkan. Dulu, setiap anak kecil yang melihat keranda harus cuci muka, cuci tangan dan kaki sebelum masuk rumah atau jika sudah mendengar suara tahlil harus segera masuk rumah biar tidak bisa melihat kerandanya.

 

Pengalaman tentang suara pun tidak hanya dari suara tahlil orang meninggal, aku juga mengalami kejadian tentang suara yang bikin aku sangat takut. Saat itu tahun baru, dan seperti tradisini biasanya didekat rumahku pasti ada yang main petasan. Sayangnya, malam itu aku tidak beruntung karena mendapatkan kejutan yang tidak terduga. Kejutannya adalah dilempar petasan kretek oleh seorang  laki-laki berumur yang meledaknya dileherku, otomatis setelah itu aku mendapati luka bakar dileher. Aku langsung laporan sama bapak kalau aku abis kena petasan, dan bapakku langsung menyamperin laki-laki yang adalah tetanggaku itu. Di akhiri dengan kata maaf.

 

Kalau suara sirine, rasanya baru akhir-akhir ini karena lebih sering dengar sirine dijalan. Mendengar suara sirine seperti mendengar nada yang berulang-ulang yang membuatku merasa terganggu, dan ditambah dengan arti dari penggunaan sirine sebagai bentuk peringatan untuk mengendari lain memberi jalan atau suatu hal yang urgent terjadi didalamnya entah korban kecelakaan atau manusia sekarat didalamnya. Seakan mobil ambulan memiliki aura yang sangat menyedihkan untukku dan membuatku merasa sulit bernafas hanya dengar suara sirine.

 

Itu dia ceritaku, yang rasanya cukup menarik jika diungkapkan. Apa kalian juga punya hal yang kalian takutkan? Bisa comment dibawah ya, yuk kita saling berbagi cerita.


Mungkin dari berbagi cerita kita bisa saling memahami dan saling membantu

 

See You Next Post J


Posting Komentar

0 Komentar