Day 5 of #30DaysWriting | Where is my path?

 


“Kamu memang gak jago baca maps!”.

 

Yap! Sepertinya aku memang tidak pandai membaca maps yang ada di handphone apalagi peta, aku tidak pandai baca tanda-tanda yang begitu banyak belokkan, tikungan  atau jalan buntu. Tidak pandai mengatakannya dengan tepat  di mana harus belok, tidak pandai mengatakannya dengan tepat lokasi yang dituju. Belum lagi, ramainya lalu lintas, posisi kanan atau kiri, patokkannya, rambu-rambu, belum lagi macet dan kejadian yang tidak aku atau siapa pun tau bagaimana jalanan terkadang banyak kejutannya.

 

Itu yang aku alami, mungkin aku bisa menganalogikan hidup adalah jalanan. Dan mungkin benar, selain tidak bisa membaca maps aku juga tidak bisa membaca hidup, bahkan hidup lebih mengejutkan dari pada jalanan. Jika tujuan hidupku saja tidak tau mau kemana, mungkin jalanan tidak semenyulitkan aku mengenai tujuan. Kecuali jika tujuan perjalananku dijalanan hanya sekedar pergi ke kampus atau bekerja, atau hanya sekedar mutar-mutar lalu kembali ke arah pulang.

 

Hidup terlalu begitu melelahkan, dengan segala kejutan yang menyenangkan dan menyedihkan. Sebagian yang menyenangkan jelas dapat dilalui dengan baik, namun jika bersangkutan dengan kesedihan aku butuh waktu yang lama, lelah yang lama dan stuck untuk waktu lama juga. Hidup mungkin juga punya belokkan, tikungan tajam, macet, perempatan, pertigaan dan life is decision. Tapi, memang, perjalanan akan selalu melelahkan. Mungkin akan menyenangkan jika sampai ketempat tujuan dan tidak kemana-mana lagi, menetap untuk selamanya.

 

Tapi, aku belum mau berhenti sepenuhnya kalau memang aku belum benar-benar berhenti. Yap, mungkin setelah pulang aku perlu kembali berpetualang, bertemu dengan kejadian-kejadian yang mengajarkan aku, menyelesaikan semua problem yang ada atau hanya sekedar mengetahui bagaimana cara dunia berkerja. Aku perlu hal-hal yang membuat aku merasa hidup, walaupun lagi-lagi harus capek mengambil keputusan, capek menerima konsekuensinya dan menerima apa pun itu yang ada dijalan.

 

Aku pernah hilang arah karena aku kira tidak ada arah yang tepat untuk aku tuju. Jadi, ya, pergi saja tanpa tujuan atau sebenarnya aku berhenti di entah berantah. Berhenti hanya karena ingin ditemukan, berhenti untuk merasa hilang, berhenti untuk merasa tenang yang malah membuatku merasa aku orang mencoba menghilangkan diri sendiri. Seperti kehilangan arah, kehilangan tujuan, kehilangan seseorang, kehilangan keinginan untuk hidup.

 

But, now, i think i find my path and i wish i can read it as well. Sepertinya aku sudah menemukan jalan yang memang diciptakan untukku, jalan yang selama ini aku tidak perduli bagaimana cara kerjanya dalam arti diriku. Memang tidak akan sebaik, semudah, seindah, se istimewa dari jalanku sebelumnya. Tapi, setidaknya aku merasa mulai mengerti mengapa aku harus tetap berjalan, aku harus tetap ikuti path-ku, aku harus tetap berjalan sampai benar-benar menemui jalan pulang yang tidak ada lagi jalan keluar, putar balik, dalam artian; akhir hidupku

Mungkin, dari merasa hilang arah aku jadi tau mengapa arah begitu penting, bahwa arah tidak hanya menuntunku tapi juga membantuku untuk mengerti. Dari hilang arah aku tau membuang-buang waktu tidak pernah baik untukku, membuang-buang waktu hanya membuatku lelah dan tidak ada artinya.

 

Aku akan kembali berjalan di jalanku. Walaupun pasti ada salah perhitungan sebelum belok sebelum berhenti, karena terlalu cemas kelewatan atau sebenarnya masih jauh. Hahahah.

 

 

See You Next Post J

 


Posting Komentar

0 Komentar