“Kamu memang gak jago baca
maps!”.
Yap! Sepertinya aku
memang tidak pandai membaca maps yang ada di handphone apalagi peta, aku tidak
pandai baca tanda-tanda yang begitu banyak belokkan, tikungan atau jalan buntu. Tidak pandai mengatakannya
dengan tepat di mana harus belok, tidak
pandai mengatakannya dengan tepat lokasi yang dituju. Belum lagi, ramainya lalu
lintas, posisi kanan atau kiri, patokkannya, rambu-rambu, belum lagi macet dan
kejadian yang tidak aku atau siapa pun tau bagaimana jalanan terkadang banyak
kejutannya.
Itu yang aku alami,
mungkin aku bisa menganalogikan hidup adalah jalanan. Dan mungkin benar, selain
tidak bisa membaca maps aku juga tidak bisa membaca hidup, bahkan hidup lebih
mengejutkan dari pada jalanan. Jika tujuan hidupku saja tidak tau mau kemana,
mungkin jalanan tidak semenyulitkan aku mengenai tujuan. Kecuali jika tujuan
perjalananku dijalanan hanya sekedar pergi ke kampus atau bekerja, atau hanya
sekedar mutar-mutar lalu kembali ke arah pulang.
Hidup terlalu begitu
melelahkan, dengan segala kejutan yang menyenangkan dan menyedihkan. Sebagian
yang menyenangkan jelas dapat dilalui dengan baik, namun jika bersangkutan
dengan kesedihan aku butuh waktu yang lama, lelah yang lama dan stuck untuk
waktu lama juga. Hidup mungkin juga punya belokkan, tikungan tajam, macet, perempatan,
pertigaan dan life is decision. Tapi, memang, perjalanan akan selalu
melelahkan. Mungkin akan menyenangkan jika sampai ketempat tujuan dan tidak
kemana-mana lagi, menetap untuk selamanya.
Tapi, aku belum mau
berhenti sepenuhnya kalau memang aku belum benar-benar berhenti. Yap, mungkin
setelah pulang aku perlu kembali berpetualang, bertemu dengan kejadian-kejadian
yang mengajarkan aku, menyelesaikan semua problem yang ada atau hanya sekedar
mengetahui bagaimana cara dunia berkerja. Aku perlu hal-hal yang membuat aku
merasa hidup, walaupun lagi-lagi harus capek mengambil keputusan, capek
menerima konsekuensinya dan menerima apa pun itu yang ada dijalan.
Aku pernah hilang arah
karena aku kira tidak ada arah yang tepat untuk aku tuju. Jadi, ya, pergi saja
tanpa tujuan atau sebenarnya aku berhenti di entah berantah. Berhenti hanya
karena ingin ditemukan, berhenti untuk merasa hilang, berhenti untuk merasa tenang
yang malah membuatku merasa aku orang mencoba menghilangkan diri sendiri.
Seperti kehilangan arah, kehilangan tujuan, kehilangan seseorang, kehilangan
keinginan untuk hidup.
But, now, i think i
find my path and i wish i can read it as well. Sepertinya aku sudah menemukan
jalan yang memang diciptakan untukku, jalan yang selama ini aku tidak perduli
bagaimana cara kerjanya dalam arti diriku. Memang tidak akan sebaik, semudah,
seindah, se istimewa dari jalanku sebelumnya. Tapi, setidaknya aku merasa mulai
mengerti mengapa aku harus tetap berjalan, aku harus tetap ikuti path-ku, aku
harus tetap berjalan sampai benar-benar menemui jalan pulang yang tidak ada
lagi jalan keluar, putar balik, dalam artian; akhir hidupku
Mungkin, dari merasa
hilang arah aku jadi tau mengapa arah begitu penting, bahwa arah tidak hanya
menuntunku tapi juga membantuku untuk mengerti. Dari hilang arah aku tau
membuang-buang waktu tidak pernah baik untukku, membuang-buang waktu hanya
membuatku lelah dan tidak ada artinya.
Aku akan kembali berjalan di jalanku. Walaupun pasti ada salah perhitungan sebelum belok sebelum berhenti, karena terlalu cemas kelewatan atau sebenarnya masih jauh. Hahahah.
See You Next Post J
0 Komentar