Dia Satu-Satunya (?)

Di dunia ini banyak sekali hal yang tidak pasti, salah satunya masalah perasaan.

​Siapa sih yang bisa tahu ke depannya akan terjadi sesuatu? Bahkan, satu detik ke depan saja tidak ada yang tahu akan terjadi apa. Tidak ada yang tahu ke depannya akan terjadi hal yang baik atau yang buruk, tidak ada yang tahu bakal memilih pilihan yang mana, atau bahkan tidak tahu hidup akan mengarah ke arah yang mana. Terlalu banyak arah di hidup ini, tidak cuma ada kanan dan kiri.

​Wajah-wajah yang melintas tiap harinya, yang tidak hanya satu dua orang. Yang datang dari masa lalu atau yang tiba-tiba muncul dari sebuah kebetulan. Mengira-ngira siapakah orangnya, atau membiarkan alam semesta yang mencarikannya.

Aku sempat mengira-ngira bahwa seseorang yang sering melintas di pikiranku akan jadi satu-satunya, sampai di satu titik aku merasa bahwa tidak akan bertemu ujungnya. Ujung cerita yang berakhir bahagia ternyata bukan untuk aku dan seseorang yang ada di dalam pikiranku, ujungnya malah menggantung. Aku sudah tidak mau melanjutkan lagi ceritanya.

​Hingga tiba-tiba. Iya, tiba-tiba. Tanpa disangka-sangka. Ternyata yang jadi satu-satunya tidak pernah aku duga. Kalau dipikir, awalnya hanya menyangka akan jadi cerita yang menggantung juga, seperti cerita-cerita sebelumnya. Tapi, ternyata tidak. Wajah-wajah yang melintas itu, ternyata salah satunya adalah satu-satunya untuk aku. Salah satunya jadi seseorang yang menetap cukup lama sampai berakhir jadi selamanya.

​Lagi-lagi perasaan takut harus diurus lebih dulu; perasaan takut yang memunculkan perasaan-perasaan buruk lainnya. Perasaan takut yang mampu menggoyahkan rasa percaya dan rasa pantas untuk dicintai. Takut untuk melangkah karena takut ternyata melangkah sendirian, takut untuk mengungkapkan perasaan karena takut dia tidak punya perasaan yang sama, takut untuk percaya kalau ada orang yang benar-benar mau melangkah dan punya perasaan yang sama. Takut bahwa semuanya cuma imajenasi saja.

​Ternyata memang ada salah satu dari sekian wajah yang melintas. Tidak selalu sempurna, tapi mau melangkah bersama dan punya perasaan yang sama. Senang sekali kali ini tidak cuma imajenasi saja, kali ini nyata dan sepertinya ujung ceritanya tidak menggantung. Wajah itu jadi wajah yang sering sekali aku lihat: hampir setiap hari, hampir setiap jam, dan hampir di setiap doa.

​Hingga akhirnya, di waktu yang memang 'waktu'nya, dia adalah satu-satunya.

Posting Komentar

0 Komentar