Cinta monyet memang kisah yang akan selalu teringat sampai tua. Bagaimana tidak, kisah cinta yang menggebu-gebu, membara, dan bergejolak. Rasanya dunia itu hanya berputar untuk kita saja.
Itulah yang mungkin bisa aku ceritakan tentang cinta monyet yang aku rasakan: kisah romansa masa muda yang cuma terjadi sekali seumur hidup. Masalahnya, kisah ini singkat dan tidak selalu berjalan mulus.
Cinta monyet itu bisa dengan mudah pindah dari satu cowok ke cowok lainnya. Saat itu, aku masih meraba-raba mana sebenarnya perasaan cinta, suka, atau hanya sekadar kagum, yang penuh dengan harapan indah semata.
Aku masih ingat saat masa SMK, aku bertemu dengan banyak wajah dari kakak kelas sampai adik kelas. Tapi, memang wajah pas-pasan ini tidak selalu menarik untuk dilirik. Aku tidak berani ikut ekskul populer, dan justru bergabung dengan ekskul yang anggotanya hanya lima orang, termasuk aku.
Saat itu, aku berharap ada cowok yang tertarik padaku—mungkin kakak kelas yang terkenal pintar dengan tampang good boy, atau adik kelas yang agak sembrono dengan tampilan bad boy. Eh, aku baru ingat, separuh perasaanku masih terpaut pada salah satu cowok yang membuatku sakit hati (heartbreak) berkali-kali.
Cowok sembrono dengan tampang good boy. Agak berbeda memang dengan stereotip kebanyakan, tapi mungkin itu yang membuatku tertarik. Cowok yang aku kenal tidak terlalu lama, tapi juga tidak terlalu sebentar, hingga membuatku menuliskan cerita cinta monyet ini. Kenapa dia bisa membuatku sakit hati berkali-kali, padahal kisahnya hanya sesaat?
Belakangan ini, aku menemukan satu istilah menarik, sebuah kata baru yang mungkin mewakili apa yang pernah aku rasakan dulu. Istilah ini baru aku ketahui dari aplikasi TikTok, namanya Limerence!
Limerence adalah kondisi pikiran tidak disadari yang dihasilkan dari ketertarikan romantis terhadap seseorang. Orang yang mengalaminya bisa memiliki pemikiran yang mendalam, hasrat yang kuat, dan perasaan yang intens. Kondisi ini sering kali disalahartikan sebagai cinta, padahal memiliki perbedaan yang jelas.
Setelah membaca dan menyadari apa itu Limerence, mungkin ini yang membuatku sadar bahwa dulu aku sakit hati berkali-kali.
Tiga Alasan Limerence Membuat Sakit Hati:
1. Ilusi atau Fantasi
Perasaan yang aku punya, atau koneksi yang ada di antara aku dan cowok itu, hanyalah ilusi atau fantasiku saja. Perasaan yang cuma aku yang merasakannya, seperti ada tembok pemisah atau berada di dunia yang berbeda. Aku hanya bisa melihat cowok ini seideal yang aku bayangkan, padahal bisa saja tidak seideal itu.
2. Egois
Ya, aku egois untuk bisa benar-benar mewujudkan fantasi atau ilusi perasaan yang aku harapkan, padahal jelas-jelas cowok itu tidak tahu apa-apa. Aku ingin merasakan cinta, tapi tidak harus dengan cowok itu.
3. Never Ending Tarik Ulur.
Aku tarik agar aku bisa merasakan perasaan cinta itu, tetapi ketika aku mulai takut itu tidak nyata, aku mulai mengulurnya. Aku tarik lagi ketika aku mulai ragu dan ingin membuktikan perasaan ini, tapi kembali mengulurnya karena aku juga ragu kalau-kalau aku salah. Ketidakpastian itulah yang terus berputar-putar.
Begitulah mungkin kenapa cowok dari kisah cinta monyet ini tidak mudah hilang dari ingatan. Sampai aku merasa takut bahwa lingkaran setan yang aku buat terus-menerus berputar sampai waktu yang tidak aku ketahui.
Sampai akhirnya aku menemukan seseorang. Menghilangkan rasa ragu memang pekerjaan rumah (PR) yang luar biasa. Berkali-kali aku belajar percaya kalau orang ini memang penyembuh dan pengganti. PR ini yang kemudian berkali-kali diuji, berhari-hari, berbulan-bulan, dan kemudian bertahun-tahun. Pada akhirnya, aku memang harus belajar menerima kalau seseorang yang baru ini adalah orangnya.
Yang lalu? Biarlah berlalu. Babak yang lalu sudah selesai, sudah jauh di belakang, sudah hilang. Saatnya membuka cerita baru dengan patahan yang lain, patahan yang baru, yang mungkin bisa melengkapi dan menyempurnakannya.
0 Komentar