Namanya adalah Bima Putra Yasa,
nama yang paling akan banyak kamu dengar di cerita ini. Namanya memang agak
pasaran, tapi untuk yang satu ini lebih istimewa dan mudah dikenal. Banyak yang
mengatakan bahwa dia adalah anak dari guru dimana aku bersekolah, dan sudah
pasti Bima cukup dikenal juga karena Ayahnya seorang guru fisika. Aku pertama
kali melihatnya saat ada acara perkenalan ekskul ketika taun ajaran baru
dimulai. Ya, aku melihatnya untuk pertama kali saat aku sudah duduk dibangku 2
SMA, entah kemana kesempatan 1 tahun berlalu itu.
Aku melihatnya untuk pertama kali
saat tidak sengaja melihatnya melintas di lapangan, sekitar jam 10 pagi dimana
para siswa tengah ramai berkeliaran disegala sudut sekolah. Aku tengah berada
di depan kelasku bersama beberapa sahabatku, karena memang kami tidak tertarik
dengan ekskul yang tengah melakukan demo. Dia melintas dengan santai bersama
salah satu temannya menuju gerbang sekolah, dan selama itu pun mataku terus
mengarah padanya. Saat itu aku masih belum tau namanya, namun aku percaya bahwa
dia bukan dari angkatanku. Sejak mataku tertuju padanya aku selalu berusaha
mencarinya setiap hari dan disetiap kesempatan yang ada.
Aku adalah seorang siswa yang
punya rasa rajin berlebih, aku selalu menawarkan diri untuk menulis dipapan
tulis jika ada tugas mencatat. Menjadi penulis papan tulis punya kelebihan yang
memudahkan aku untuk keluar kelas dengan bebas, walaupun hanya untuk mengisi
spidol yang berdekatan dengan kantor administrasi. Pada suatu hari aku berjalan
bersama salah satu siswa di kelasku untuk mengisi spidol, Langkah yang ku
gunakan juga bukan Langkah yang biasa aku pakai karena kali ini aku ingin
mengambil kesempatan jika ada. Aku akan sangat bersykur jika kesempatan keluar
kelas ini dapat menjumpai laki-laki yang tidak bisa mengalihkan pandanganku.
Benar!, kali ini kesempatan tengah berpihak padaku. Aku melihatnya berjalan di
Lorong dan sepertinya dia ingin masuk menuju kelasnya. Temanku yang menyadari
arah pandanganku langsung bertanya, dan memberikan beberapa informasi yang aku
butuhkan.
Sekali lagi, namanya Bima Putra
Yasa anak Pak yamin guru fisika. Kelasnya bersada di lantai dua dan disebelah
kiri tangga. Badannya cukup tinggi, karena aku suka laki-laki yang lebih tinggi
dari aku walaupun rasanya dia lebih putih dari pada aku. Rambutnya rapi sama
dengan pakaian yang selalu terlihat rapih dan sepatu yang bersih. Untung saja
pak yamin tidak mengajar dikelasku, kalau tidak aku bisa ajak lega karena tidak
harus berpapasan dengan bapak mertua. Bima ini ternyata kakak kelas dan umurnya
pun 1 tahun lebih tua dariku, dan satu hal yang tebakkanku mungkin benar adalah
dia orang yang dingin.
Hari demi hari aku selalu
mengambil kesempatan untuk mencarinya. Saat mengisi spidol, di jam istirahat
karena bisa jadi dia pergi ke kantin atau ke kooperasi, jam berangkat dan
pulang sekolah dan terakhir adalah dijam sholat. Rasanya tidak hanya itu saja,
aku mulai mencari sosial media yang dia gunakan. Mencari tau bagaimana bahasa
yang digunakan saat memposting di sosial media, dimulai dengan facebook,
twitter dan kemudian instagramnya. Aku mendapatkan informasi baru bahwa dia
bukan tipe laki-laki yang senang memposting kata-kata percuma, bahkan hanya
memposting dengan kata-kata yang terhitung.
Suatu hari aku pernah memberanikan
diri untuk mengirimkan permintaan pertemanan di facebook, dan dalam hitungan
hari aku mendapatkan konfirmasinya. Aku senang bukan kepalang, karena artinya
aku dapat berbasa-basi untuk mengirimkan pesan padanya walaupun hanya
mengucapkan terima kasih sudah menerima permintaan pertemananku. Aku
sangt-sangat menunggu balasannya, dan dalam hitungan hari pesanku dibalas. Aku
senang, walaupun isinya hanya “sama-sama de”. Setidaknya ada salah satu jalan
yang menjadi penghubung antara aku dan Bima.
Sama seperti rahasia lainnya,
rahasia perasaanku mulai tersebar. Dimulai dari ruanganku hingga ruangan
lainnya. Tentu saja aku sangat bersyukur rahasiaku tidak sampai keruang guru. Ada
beberapa yang berbisik-bisik saat melihat kak bima dan ada beberapa yang sengaja
agar Kak bima menoleh. Tapi, jujur semakin lama aku semakin takut kalau Kak
bima tau kalau aku menyukainya. Sampai dititik dimana Pak yamin yang easy going
dengan siswa siswi bertemu dengan aku dan teman-temanku, membicarakna banyak
hal mengenai sekolahan sampai berita terkini. Ada perasaan aneh yang aku
rasakan, perasaan yang sulit aku jelaskan. Perasaan dimana pak yamin jauh lebih
tertarik dengan salah satu temanku. Tapi, hal itu pun jadi hal paling terlucu
yang pernah aku pikirkan.
Dengan aku yang pendiam, sulit
diajak berbicara atau bercanda ini membuat aku sangat minder. Mungkin bisa
dikatakan tidak cukup seru untuk diajak bicara oleh orang lain, dan itu alasan
mengapa aku terkadang merasa minder untuk menyukai orang lain secara
terang-terangan. Selera humor yang aneh, nada bicara yang tidak beraturan,
hingga topik pembicaraan yang berat membuat aku sulit klop dengan orang lain.
Aku pun berpikir bahwa aku dan Kak bima pun tidak akan benar-benar klop,
terlebih lagi ada rahasia baru yang muncul kepermukaan setelah rahasiaku
menjadi rahasia umum. Aku tidak yakin itu rahasia atau hanya rumor belaka,
mengatakan bahwa Kak bima disukai teman sekelasnya Bernama Laras. Aku mulai
berpikir untuk mundur saja.
Aku mulai mencari tau seperti apa
sosok Laras yang dimaksut, dan ternyata memang cukup cantik. Tidak hanya
cantik, lingkungan pertemanannya pun jauh lebih keren dibandingkan aku. Rumor
tambahan semakin memukulku mundur, rumor bahwa kak bima juga menyukai Laras. Kali
ini pembahasannya bukan aku yang menyukai kak bima, namun lebih berfokus pada
hubungan kak bima dan kak Laras. Hal itu semakin membuat aku merasa untuk
berhenti menyukai kak bima walaupun diam-diam, berhenti sepenuhnya untuk tidak
memikirkan dan membicarakannya lagi. Karena aku tau, aku memang pandai
menyimpan perasaan diam-diam pada seseorang yang tak akan pernah bisa aku
dapatkan. Cerita tentang perasaanku pada kak bima sampai pada saat aku sadar
bahwa perasaanku memang bukan untuk diungkapkan terang-terangan. Banyak hal
yang tidak harus sesuai dengan apa yang aku inginkan.
0 Komentar