Seminar Kesehatan Jiwa “Mengenali Gejala Depresi dan Pencegahan Bunuh diri”




Selamat datang diblogku, selamat membaca tulisan yang semoga bermanfaat untuk kalian.

Tulisan ini akan menjadi tulisan mengenai hal-hal yang aku dapatkan, entah itu dari seminar atau experience aku  didalam kehidupan yang penuh pembelajaran ini. Tulisan ini pun menjadi salah satunya experience aku mengikuti seminar yang aku hadiri sendiri dan tema pembahasannya yang akhir-akhir ini sangat aku sukai dan mungkin jarang sekali diseminarkan untuk kalangan umum. And thats why i want to share what’ve got from yesterday.

Pada hari Sabtu, 14 Desember 2019 aku mengikuti seminar yang diadakan disalah satu rumah sakit yang ada di Tangerang, yaitu Rumah Sakit Annisa yang bekerja sama dengan Bipolar Care Indonesia. Acara yang dimulai jam 13:00 ini menghadirkan narasumber yang kompeten dalam bidang kesehatan jiwa yaitu Dr. Jans Juliana Sp. Kj dan juga founder dari Bipolar Care Indonesia yaitu Igi Oktamiasih. Acaranya juga didukung oleh Rumah Sakit Annisa yang sudah memfasilitasi auditorium yang sangat nyaman, Bank bjb, PDAM dan juga Scutterist.


Mengusung tema mengenali gejala depresi dan mencegah bunuh diri, kemudian penandatanganan Stop Stigma dan juga peresmian Bipolar Care Tangerang. Pertama-tama pembukaan singkat oleh Igi Oktamiasih yang menjelaskan bagaimana ia membangun bipolar care indonesia tahun 2013, yang sebelumnya hanya bermula dari support group di whatsapp.  Igi Oktamiasih menjelaskan bahwa kesehatan fisik sama pentingnya dengan kesehatan mental, walaupun kesehatan mental tidak terlihat seperti kesehtaan fisik, kita tidak boleh sama sekali melakukan self diagnose tanpa pergi ke professional yang ahli dibidangnya.

Lalu pada sesi bagian kedua dilanjutkan oleh Dr. Jans Juliana Sp. KJ yang menjelaskan apa itu Depresi. Menurut beliau depresi merupakan gangguan suasana perasaan yang memiliki banyak effect dari gangguan fisik sampai gangguan psikis sebagai contohnya: sedih/ murung setiap waktu, merasa tidak berguna atau bersalah, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, ganggasan/perbuatan membahayakan diri/bunuh diri, konsentrasi/perhatian yang berkurang, tidak bertenaga dan mudah lelah, kehilangan minat dan juga gangguan pada pola tidur dan makan.  Tidak hanya terjadi pada kurangnya nafsu makan, bisa juga minat makan yang besar dan hal tersebut juga berlaku pada pola tidur.

Menurutnya 1 daru 17 penduduk indonesia diatas 15 tahun memiliki gangguan mental emosional contohnya anxietas dan depresi, dan 1 dan 4 orang dengan komorbiditas yaitu gangguan tambahan lain. Dampak dari depresi juga berpengaruh terhadap kesehatan dan fungsi  yang kemudian dampaknya dibagi menjadi 3, yaitu mortalitas, morbiditas dan biaya sosial. Dalam mortalitas depresi adalah faktor utama untuk kematian akibat bunuh diri, kecelakaan akibat terganggunya konsentrasi dan kematian akibat penyakit yang diakibatkan penggunaan obat terlarang. Dampak dalam morbiditas adalah percobaan bunuh diiri, kecelakaan, penyakit fisik, kehilangan pekerjaan, gagal disekolah/karir, dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Dan ada juga biaya sosial seperti disfungsional kelurarga, mangkir, produktivitas berkurang, cedera pada saat bekerja dan kualitas pekerjaan menjadi buruk. Karena mood dan minat yang menurun menyebabkan seseorang malas untuk melakukan sesuatu, Dr. Jans JualianaSp.KJ juga menekankan seseorang yang mengalami depresi bukan karena kurangnya mendekatkan diri pada Tuhan tapi karena malas dan tidak adanya motivasi untuk melakukan berbagaimacam hal.


Pada penjelasan Dr. Jans Juliana Sp.KJ, perempuan 2 kali lebih banyak penderitanya dibanding laki-laki. Depresi juga akan bersifat kronis pada beberapa pasien dan juga prevaliansi sepanjang hidup atau dalam kata lain terjadinya depresi pada setiap manusia hanya 1,5-12% setiap orang, jadi dalam kata lain setiap manusia pernah mengalami depresi namun yang membedakannya adalah presentasi dalam sepanjang umurnya.

Kemudian beralih pada Bipolar dan self injury, menjelaskan kembali  bahwa bipolar dan depresi  yang terjadi akan membuat perasaan kita menjadi sedih  yang mendalam, putus asa, cemas dan bingung.  Karena perasaan yang sulit dimengerti itu membuat tekanan dalam diri kita sehingga membuat koping atau cara penyelesaian masalah menjadi gagal, lalu terjadinya luapan emosi yang luar biasa namun tidak tau bagaimana cara menyalurkannya dan hal tersebut yang memicu terjadinya self injury. Self injury seperti, cutting, self mutilation, burning, scratching, hitting, bruising, biting, head-banging, picking at skin, pulling out hair. Hal tersebut juga dapat dipicu karena terjadinya peristiwa traumatik masa kanak-kanak atau masa perkembangan awal, gangguan psikotik, trauma kepala, dan gangguan saraf.

“Self injury tidak sama dengan suicide”

“Tidak ada seseorang oun yang melakukan bunuh diri karena mereka ingin mati, mereka melakukan karena ingin mengakiri kepedihan hidup ini”

Lalu pembasan selanjutnya adalah tentang tanda dan gejala dan juga pencegahan suicide. Tanda dan gejala yang paling sering terjadi adalah berbicara mengenai keinginan untuk mati atau bunuh diri, berbciara tentang perasaan kosong, hampa dan tak punya alasan hidup, berbicara tentang perasaan bersalah dan malu yang sangat berat, perasaan terjebak dan tak menemukan jalan keluar, membuat rencana untuk bunuh diri, dan merasa sakit fisik maupun psikis dan tidak ada perubahan. Tidak hanya itu saja tapi juga memicu penggunan obat-obatan terlarang atau perilaku marah dan keinginan untuk balas dendam, menarik diri dari keluarga atau teman,dan melepaskan posisi dalam pekerjaan. Ada salah satu tanda yang sering kita abaikan yaitu dengan, menyetir dengan kencang, mengucapkan selamat tinggal, membuat surat wasiat dan yang paling sering dan dibuat bercandaan adalah menuliskan di media sosial mengenai bunuh diri dan kematian.

Kemudian Dr. Jans Juliana Sp. Kj menjelaskan bagaimana cara mengcegah bunuh diri, yang pertama adalah dengan komunikasi. Komunikasi dari berbagai pihak, karena akan berdampak pada kehilangan orang yang dikasihi dan perasaan yang traumatik akibat peristiwa tersebut bahkan bagi mereka yang menyaksikannya. Katakan “kalau dia tidak sendirian, ada banyak orang yang akan membantu”, bantuan professional sangat dibutuhkan, proaktif menawarkan bantuan ketika muncul kembali ide-ide bunuh diri dan simpan benda-benda tajam dan berbahaya. Dengan kontrol rutin ke professional dan meminum obat dengan teratur, terapi dan juga bergabung dengan support group.

Setelah session pertama selesai dan dijeda sebentar dengan coffee break, session kedua dilanjut dengan sharing bersama Kak Igi Oktamiasih tentang dirinya yang menginap Bipolar sekaligus menjadi pendiri Bipolar Care Indonesia. Kak Igi menceritakan dirinya yang didiagnose pada tahun 2013 sebagai Bipolar, dimulai dengan suppoart group di whatsapp membuatnya berkeinginan untuk membuat support group yang akan terus ada sampai nanti dan dapat berguna untuk orang-orang yang mengidap Bipolar, mental illness lainnya dan juga untuk Care Giver. Dirinya mengatakan bahwa support group sangat berguna bagi dirinya karena diisi oleh orang-orang yang juga mengalami hal yang sama, saling berbagi tanpa ada jugement.

Kak igi juga menambahkan bahwa jangan mendiagnosa diri kita sendiri hanya dengan membaca  ciri-cirinya di internet, jadi lebih baik langsung pergi ke professional untuk mendapatkan penanganan yang tepat. Setelah diagnosa itu jelas, tugas kita adalah mengedukasi diri kita sendiri dan orang lain, lalu menciptakan support system yang membantu untuk menghadapi yang akan terjadi nantinya.


“Jangan takut sama label yang mungkin nanti kamu dapatkan, kamu bisa didefinisikan sebagai label itu tapi lebel itu gak bisa mendefinisikan kamu sepenuhnya”

Terima kasih sudah membaca tulisanku kali ini, semoga membantu kamu dan juga kamu bisa membatu orang-orang disekeliling kamu. kita memang tidak selalu diberikan kepekaan terhdap lingkungan tapi kita bisa belajar untuk perduli dan  belajar untuk menjadi baik untuk orang-orang disekelilingh kita, untuk orang-orag yang mencintai kita, untuk orang-orang yang kita cintai.
Stop stigma, mari terima perbedaan sebagai hal yang harus kita peluk bersama, karena tanpa bersama kita percuma.




See You Next Post J

Posting Komentar

0 Komentar