Perjalanan Kehamilan


Sungguh, hingga kini aku masih tak percaya keajaiban itu benar-benar terjadi padaku. Tak henti-hentinya aku memanjatkan syukur dan rasa kagum yang tak terhingga kepada Sang Pencipta atas izin-Nya. Rasa penasaran itu kini berganti menjadi pengalaman paling luar biasa yang tak pernah terbayangkan.

​Trimester Pertama: Masa Penyesuaian
​Trimester pertama kujalani dengan berusaha menyesuaikan diri dengan "penghuni" baru di dalam rahimku. Syukurnya, tidak ada mual-mual yang berlebihan. Hanya ada rasa ketidaknyamanan ringan, mungkin karena alarm waspada di otak yang mulai berbunyi. Yang paling kentara adalah perubahan selera makan. Cepat sekali berubah, dan aku jadi lebih menikmati makanan dari luar—menu makan siang dan makan malam pun wajib berbeda.

​Memasuki trimester pertama, aku mengambil keputusan besar untuk berhenti bekerja. Menjadi ibu rumah tangga adalah impian, dan keputusan ini kuambil sebagai langkah awal untuk fokus total pada kehamilan ini. Aku merasa perlu lebih memahami diri sendiri dan perkembangan janin di dalam rahim. Alhamdulillah, suami pun mengizinkan.

​Trimester Kedua: Gerakan dan Keajaiban
​Memasuki trimester kedua, keluhan-keluhan mulai terasa nyata. Perut mulai membuncit jelas, dan badanku pun kian berisi. Namun, di trimester inilah aku mulai bisa merasakan keajaiban yang sesungguhnya: gerakan di dalam perut. Sensasi awalnya hanya seperti kejutan kecil, namun lama-kelamaan menjadi tendangan yang terasa kuat dan bahkan terlihat dari luar. Itu adalah pengalaman yang tak terlukiskan, dan tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Allah.

​Ada satu momen yang menguatkan doaku. Saat keluar dari toko es krim, aku berpapasan dengan sepasang suami istri yang hendak masuk. Sejak dari seberang jalan, mata ibu itu sudah tertuju padaku, dan ketika kami berdekatan, ia meminta kakiku diinjak (sebuah tradisi yang dipercaya membawa rezeki kehamilan). Suaranya terdengar riang, namun terselip juga nada kesedihan di sana. Seketika, doaku menguat, selalu berharap agar semua perempuan lain yang mendambakan rezeki kehamilan segera dikaruniai keajaiban oleh Allah. Aamiin.

​Sejak trimester ini, rutinitas jalan kaki pagi dengan jarak yang lumayan jauh mulai rajin kulakukan. Fokus utamaku juga beralih pada asupan protein dan kalsium, terutama karena hasil USG menunjukkan ukuran tulang paha janin yang masih sedikit di bawah usianya. Nafsu makan pun meningkat drastis—rasa lapar datang setiap bangun tidur dan bahkan saat terbangun di tengah malam. 

​Trimester Ketiga: Menuju Pertemuan
​Ternyata trimester ketiga jauh lebih menantang, namun entah mengapa, fase ini tetap terasa mengasyikkan. Walau sering mengeluh karena kesulitan bergerak dan cepat sekali merasa sesak, semangat tak pernah padam. Ada rasa tak sabar untuk segera melihat langsung wajah mungil yang telah hidup di rahimku—akan mirip siapakah dia? Jenis kelaminnya sudah bisa ditebak sejak awal dari bentuknya, jadi kami pun mulai disibukkan dengan pencarian nama yang indah dan bermakna baik.

​Masa-masa sulit trimester akhir diwarnai dengan sembelit, napas yang pendek, sendi yang linu, dan sempat mengalami demam ringan. Kegiatan sederhana seperti bangun dari tidur terasa sulit; tangan dan kaki sering kaku, selangkangan terasa sakit saat berjalan, dan tentu saja, tak ada lagi baju yang muat. Namun, semua itu dilawan dengan rutinitas jalan kaki pagi dan sore, mengikuti kelas yoga, dan tetap berusaha keras mengonsumsi makanan bergizi.

​Sembilan bulan berlalu begitu cepat. Momen-momen dengan perut besar ini terasa sangat berharga. Ada rasa enggan meninggalkan fase kehamilan yang penuh makna ini, namun di sisi lain, kerinduan untuk segera bertemu dengan buah hati yang telah kukandung sembilan bulan ini sudah tak tertahankan.

Posting Komentar

0 Komentar